Dikutip dari Situs resmi Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu, nama “Aek Martua” berasal dari bahasa daerah Mandailing yang dipakai komunitas lokal di kawasan Bukit Barisan secara harfiah sering ditafsirkan sebagai “air bertuah” atau air yang memiliki makna khusus bagi masyarakat setempat. Selain itu, air terjun ini juga kadang disebut “Tangga Seribu” oleh penduduk dan wisatawan karena kesan bertingkat yang tampak seperti tangga alami yang turun dari tebing. Makna nama dan julukan lokal ini menambah nilai budaya dan cerita yang melingkupi tempat tersebut
Yang membuat Aek Martua istimewa adalah struktur air terjunnya yang terdiri dari tiga tingkatan (multi-tiered), masing-masing memiliki ukuran dan karakter berbeda dari jatuhan yang tinggi dan ramping hingga tingkatan bawah yang melebar dan membentuk kolam alami yang aman untuk bermain air. Karena keunikannya inilah banyak pengunjung menyebut Aek Martua sebagai salah satu air terjun paling fotogenik di Riau.
Beberapa sumber melaporkan ketinggian tiap tingkatan berkisar dari sekitar 15 meter hingga puncak tertinggi mencapai ±40 meter, memberikan kontras visual yang kuat antara dinding batu, aliran air, dan kolam di bawahnya.
Aek Martua terletak di Desa Tangun (ada penyebutan juga sebagai Desa Huta Padang dalam beberapa rujukan), Kecamatan Bangun Purba / Rokan IV Koto, Kabupaten Rokan Hulu. Meski tidak jauh dari peta provinsi, akses ke lokasi memerlukan perjalanan ke pedalaman di mana kondisi jalan bisa berganti antara aspal, jalan tanah, dan jalur setapak. Dari titik drop-off terakhir pengunjung biasanya masih harus berjalan kaki sejauh beberapa kilometer melewati jalan setapak, jembatan gantung, dan trek hutan rata-rata disebutkan sekitar 3–3,5 km dari pintu masuk/parkir sampai lokasi air terjun. Perjalanan ini adalah bagian dari pengalaman—melewati hutan tropis, sungai kecil, dan panorama yang asri. Aktivitas yang bisa dilakukan seperti berfoto, berenang, trekking pendek dan piknik sambil beristirahat.
Karena semakin banyak perhatian wisata, perlindungan kawasan hutan dan manajemen kunjungan menjadi penting agar Aek Martua tetap lestari. Praktik ecotourism, pelibatan masyarakat lokal dalam jasa pemanduan dan pengelolaan sampah, serta penegakan aturan kunjungan dapat membantu menjaga keseimbangan antara akses publik dan konservasi alam. Beberapa studi dan laporan lokal menyoroti peluang mengembangkan ekowisata yang memberi manfaat ekonomi bagi desa penyangga tanpa mengorbankan ekosistem.
