Pacur Jalur 2025, Mengayuh Rp 4 Miliar di Tepian Narosa

 


KUANSING,(Teropongbangsa.com)- 

Saat ini, tepian Sungai Kuantan suara teriakan memang belum terdengar. Tapi di balik diamnya sungai arus persiapan mulai terdengar lantang. Panitia Pacu Jalur Nasional 2025 di Teluk Kuantan tengah berpacu lebih awal di atas meja-meja pertemuan dan proposal sponsor. Tahun ini, mereka harus mengayuh dana sebesar Rp4 miliar agar perahu-perahu tradisional itu bisa benar-benar melaju.


Pacu Jalur bukan sekadar perlombaan perahu panjang. Ia adalah urat nadi budaya masyarakat Kuantan Singingi, Riau. Tradisi yang berakar dari masa kolonial, ketika jalur digunakan sebagai alat transportasi dan kekuatan simbolik antar kampung. Kini, pacu jalur menjelma menjadi iven pariwisata nasional, masuk dalam kalender resmi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.


Namun gemerlap itu datang dengan harga yang tak murah. Ketua Umum Panitia Pacu Jalur Nasional 2025, Werry Ramadhan Putra, menghitung total anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp4 miliar. “Dari APBD Kuansing hanya sekitar Rp1,5 miliar. Sisanya, kami harus mencari dari sponsor dan perusahaan,” ujar Werry, Ahad, (22/6/2025).



Dengan waktu pelaksanaan yang tinggal dua bulan lagi, 20 hingga 24 Agustus, panitia mulai membuka jalur lain yakni, diplomasi dengan dunia usaha. Dalam waktu dekat, mereka akan mengundang perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Kuansing dan Riau untuk ikut mengayuh kesuksesan acara.


“Kami harapkan bukan cuma perusahaan di Kuansing, tapi juga di seluruh Riau. Karena ini sudah jadi agenda nasional,” kata Werry.



Tahun lalu, Pemprov Riau memang menyuntikkan dana sekitar Rp500 juta, bukan untuk operasional acara, tapi sebagai hadiah dan bantuan biaya tunggu jalur. Tahun ini, Werry dan tim belum mendapat kepastian berapa sokongan dari provinsi. “Tentu kami berharap dukungan maksimal. Ini hajat besar Riau juga,” ujarnya.


Pacu jalur memang menyedot perhatian ribuan orang. Tepian Narosa, tempat lomba digelar, setiap tahun penuh sesak oleh penonton, pedagang, dan wisatawan. Hotel-hotel terisi penuh. Jalan-jalan ramai. Ekonomi bergerak. Tapi di belakang layar, panitia terus mematri anggaran dari berbagai sisi.



Meski demikian, semangat tetap menyala. Sebab di Kuansing, pacu jalur bukan hanya perlombaan. Ia adalah kehormatan kampung, kebanggaan masa lalu, dan harapan masa depan. Seperti jalur itu sendiri, panjang, ramping, dan bergerak bersama irama, panitia pun harus kompak, sabar, dan terus mengayuh harapan.


Dari berbagai sumber yang berhasil dikutip menyebutkan bahwa Pacu Jalur di Kuansing, Riau, memiliki sejarah yang panjang dan menarik. Berawal pada abad ke-17, jalur merupakan alat transportasi utama warga desa di Rantau Kuantan, yang terletak di sepanjang Sungai Kuantan.


Pada awalnya, jalur digunakan sebagai sarana transportasi menyusuri sungai Batang Kuantan dari Hulu Kuantan hingga ke Cerenti di bagian hilir sungai Kuantan. Namun, seiring perkembangannya, perahu transportasi berbentuk memanjang ini sengaja dihias dengan unsur budaya setempat, seperti ukiran kepala ular dan buaya.


Pada masa penjajahan Belanda, pacu jalur digunakan sebagai pemeriah untuk memperingati hari lahir Wilhelmina (Ratu Belanda) yang jatuh pada tanggal 31 Agustus setiap tahunnya. Namun, setelah kemerdekaan Indonesia, festival ini semakin berkembang dan digunakan untuk merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia.


Kini, Pacu Jalur merupakan pesta rakyat yang sangat meriah dan merupakan warisan budaya yang mendunia. Festival ini diadakan setiap tahun di sungai Batang Kuantan dan menarik perhatian masyarakat dari seluruh Indonesia dan mancanegara. (RK1)

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال